Minggu, 26 Oktober 2014

Kisah SPG 7

"Setiap sekolah punya cerita misterinya masing-masing"
Ya begitulah yang aku tau sejak SD. Saat SD ada yang mengatakan kalau 'sekolah ini bekas rumah sakit. Banyak yg meninggal di sekolah ini'. Cerita itu sangat konyol dan bahkan tak membuatku takut sedikitpun. Aku tau kalau cerita itu hanya digunakan untuk menakut-nakuti kami agar kami segera pulang setelah sekolah usai. Saat SMP kisahnya menjadi lebih menarik. Aku penah menceritakan di postingan sebelumnya. Bahkan sekarang, saat SMA pun aku masih sering mendengar kisah-kisah seram tentang sekolahku.

Katanya saat jam 5 sore, para hantu itu berdatangan. Karenanya, kita dilarang berada di sekolah setelah jam 5 sore kecuali ada kegiatan perkemahan. Ada juga murid yang katanya mendengar suara tangisan bayi saat saat magrib. Lalu ada yang bilang jangan melihat cermin pada malam hari di sekolah, tidak boleh memasuki kelas pada malam hari, adanya penampakan wanita di lapangan futsal, penampakan pocong di pendopo, kepala melayang di jendela laboratorium fisika dan sebagainya. Namun dari semua cerita-cerita seram yang ada, aku tertarik akan sebuah kisah. Kisah yang 'katanya' menjadi awal dari semua cerita-cerita horor di sekolahku. Kisah ini diceritakan oleh orang tuaku, karena itu aku sangat tertarik.

Sekolahku, SMAN 113. Terletak di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dulunya adalah Sekolah Pendidikan Guru atau SPG 7. Saat itu orangtuaku tinggal di Klender dan masih belum memiliki anak. Tetangganya memiliki seorang anak, sebut saja Diah. Diah bersekolah di SPG 7. Ia mengikuti ekskul pecinta alam yang kebetulan saat itu akan mengadakan perkemahan ke gunung. Ia telah menyiapkan segala sesuatu keperluan yang ia butuhkan. Namun pada hari H, ibu ku melihat dirinya tampak murung
"Kenapa Diah?" tanya ibu ku
"Gak apa-apa tante"
"Kamu mau camping kan?"
"Iya, sebentar lagi mau berangkat. Tapi kok aku ragu ya?"
Ibu Diah pun keluar dan menyuruhnya segera berangkat agar tidak terlambat. Diah pun berangkat ke SPG 7. Sesampainya di sana bis nya telah datang dan ia segera pergi bersama teman-teman klub pencinta alam nya.

Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. Mereka pun segera membuat tenda dan memulai kegiatan. Keesokan harinya mereka akan melakukan pengembaraan. Diah sebagai ketua kelompok berada di depan kelompoknya. Mereka berjalan beriringan di pandu guru pembina yang berada di depan, belakang dan tengah rombongan. Awalnya perjalanan berjalan mulus meski hujan menimpa mereka. Namun, semakin lama ujan semakin besar, tanah menjadi licin dan longsor pun datang. Beberapa anak tertimpa batu-batu yang berjatuhan. Para pembina dan murid-murid lain menolong mereka. Tak lama hal serupa terjadi pada murid-murid yang lain. Guru-guru membawa siswa yang masih selamat ke tenda, dan beruntungnya Diah juga teman-teman kelompoknya ada di rombongan yang masih selamat itu.

Namun tiba-tiba sebuah batu besarjatuh dan nyaris mengenai salah satu anggota kelompok Diah. Diah yang merasa bertanggung jawab atas anggotanya mencoba mendorong temannya agar tidak terkena batu besar itu. Usahanya berhasil dan temannya tertolong. Namun naas menimpa Diah. Ia terjatuh ke sebuah lubang tak jauh dari sana dan batu besar tadi menutupi lubang itu. Guru-guru pun berusaha menyingkirkan batu tersebut, namun sangat sulit untuk menyingkirkannya. Setelah beberapa lama, akhirnya batu itu dapat disingkirkan. Namun nyawa Diah tak dapat tertolong. Dan ternyata di dalam lubang itu, Diah tak sendiri. Terdapat beberapa siswa yang juga terjebak bersama Diah.

Murid-murid yang masih selamat segera di pulangkan, dan yang terluka dibawa ke rumah sakit terdekat. Sementara murid-murid dan guru-guru yang meninggal dibawa ke sekolah. Mereka di tempatkan di lantai 1 gedung selatan sampai ada keluarga yang datang menjemput...


Cerita ini terus diceritakan dari mulut ke mulut. Lokasi SPG 7 dijadikan lokasi SMA baru Lubang Buaya,yaitu SMAN 113 Jakarta, yang pada waktu itu masih merupakan kelas jauh dari SMAN 48 Jakarta. Namun karena lokasinya sangat luas, hanya sebagian yang dijadikan SMAN 113, sisanya dijadikan SMPN 272 dan beberapa rumah penduduk Ada yang bilang kalau SPG 7 ditutup karena kejadian itu, ada juga yang bilang karena ada alasan lain. Tapi apapun alasannya, kejadian yang terjadi pada siswa-siswa SPG 7 itu dijadikan alasan oleh Siswa SMA 113 atas keanehan-keanehan yang terjadi di SMA 113

6 komentar:

  1. Sebetulnya, ada aedikit perbedaan, waktu peristiwa itu, saya kelas 2 SPG Negeri 7 Jakarta, Teman2 saya yg meninggal ada 9 orang. Yang sekelas dengan saya yaitu Fadiah, Yanti, dan maaf saya dah ga ingat lagi, karena peristiwa itu bulan desember 1988. Ada juga ade kelas saya, yg bernama Santi, yg tinggal di perimahan Kodau V, Kp Rawa Bogo, Jatimekar, Jatiasih Kota Bekasi. Peristiwanya berawal ketika mengisi kegiatan akhir semester I, Desember 1988, 47 siswa SPG Negeri 7 mengadakan perkemahan di daerah Kelapa Nunggal, Bogor. Mereka berangkat sore, dan sampai dilokasi sekitar jam 10 malam. Di lokasi itu, terdapat banyak gunung2 kapur, yang biasa diambil sebagai bahan baku pabrik semen. Sehingga banyak bagian bawah gunung kapur yang berongga atau membentuk cekungan atau mirip gua, karena diambil materialnya nerupa batu kapur, untuk bahan baku pabrik semen. Ketika sedang mendirikan tenda, sekita jam 11 malam, turun hujan, dan 47 siswa tersebut berlindung di gunung cekungan gunung kapur. Tidak berapa lama mereka berteduh, banyak kerikil berjatuhan, dan mereka berhamburan keluar, tapi 9 orang tak terkena timpahan bongkahan gunung kapur, yang setinggi tiang listrik. Luka mereka sangat parah. Esoknya, ke 9 jasad tersebut disemayamkan di SPG N 7. Ucapan bela sungkawa dan karangan bunga, berdatangan dari barbagai kalangan, termasuk wakil prrsiden saat itu. Saya mengantarkan tas teman yang meninggal (tasnya masih kotor dgn pasir dan goresan batu) di perumahan galaksi. Saya lupa namanya. Walau sudah 2 minggu, Ibunya masih.menangis. Saya turut berduka yang sangat mendalam. Tak lupa, teman2 membaca tahlil dan Yasin, di sekolah selama beberapa hari, bahkan saya sering memimpin acara tersebut. Selamat jalan teman2, semoga menjadi Syuhada dan mendapat Nikmat kubur. Penutupan SPG, dilakukan Pemerintah secara Nasional, karena guru SD harus Sarjana. Bukan karena peristiwa tersebut. Dari Syarifudin, Guru SDN Jatimekar 1' Jatiasih

    BalasHapus
  2. Sebetulnya, ada aedikit perbedaan, waktu peristiwa itu, saya kelas 2 SPG Negeri 7 Jakarta, Teman2 saya yg meninggal ada 9 orang. Yang sekelas dengan saya yaitu Fadiah, Yanti, dan maaf saya dah ga ingat lagi, karena peristiwa itu bulan desember 1988. Ada juga ade kelas saya, yg bernama Santi, yg tinggal di perimahan Kodau V, Kp Rawa Bogo, Jatimekar, Jatiasih Kota Bekasi. Peristiwanya berawal ketika mengisi kegiatan akhir semester I, Desember 1988, 47 siswa SPG Negeri 7 mengadakan perkemahan di daerah Kelapa Nunggal, Bogor. Mereka berangkat sore, dan sampai dilokasi sekitar jam 10 malam. Di lokasi itu, terdapat banyak gunung2 kapur, yang biasa diambil sebagai bahan baku pabrik semen. Sehingga banyak bagian bawah gunung kapur yang berongga atau membentuk cekungan atau mirip gua, karena diambil materialnya nerupa batu kapur, untuk bahan baku pabrik semen. Ketika sedang mendirikan tenda, sekita jam 11 malam, turun hujan, dan 47 siswa tersebut berlindung di gunung cekungan gunung kapur. Tidak berapa lama mereka berteduh, banyak kerikil berjatuhan, dan mereka berhamburan keluar, tapi 9 orang tak terkena timpahan bongkahan gunung kapur, yang setinggi tiang listrik. Luka mereka sangat parah. Esoknya, ke 9 jasad tersebut disemayamkan di SPG N 7. Ucapan bela sungkawa dan karangan bunga, berdatangan dari barbagai kalangan, termasuk wakil prrsiden saat itu. Saya mengantarkan tas teman yang meninggal (tasnya masih kotor dgn pasir dan goresan batu) di perumahan galaksi. Saya lupa namanya. Walau sudah 2 minggu, Ibunya masih.menangis. Saya turut berduka yang sangat mendalam. Tak lupa, teman2 membaca tahlil dan Yasin, di sekolah selama beberapa hari, bahkan saya sering memimpin acara tersebut. Selamat jalan teman2, semoga menjadi Syuhada dan mendapat Nikmat kubur. Penutupan SPG, dilakukan Pemerintah secara Nasional, karena guru SD harus Sarjana. Bukan karena peristiwa tersebut. Dari Syarifudin, Guru SDN Jatimekar 1' Jatiasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf..seingat saya ada 11 siswa yg wafat pak..10 perempuan & 1 lelaki
      Teman seangkatan saya ada almh.Fadiyah & almh.Dida Chairunissa..
      Ralat juga untuk penulis..FYI yaa..kejadian waktu itu sebetulnya tidak ada seorang guru pun yg mendampingi..semua nya hanya murid" pramuka..demikian ralat dari saya..🙏 semoga semua alm/almh husnul khotimah Aamiin Allahuma Aamiin..

      Hapus
  3. Sy juga lulusan sma 113. Angkatan ke 3. Dn sy dgr juga cerita ttg siswa spg 7 yg sempat di semayamkan di aula (ketika itu sklh blm di renov spt skrg). Pengalaman misteri sma 113 jg pernah sy alami. Waktu itu sklh sekitar lubang buaya mengirimkan perwaklan siswa terpilih untuk upacara di monumen pancasila sakti tiap tgl 1 okt. Waktu angkatan sy di kirim..ketika itu sy kls 1, menghindari dtg kesiangan qta ada yg bermalam di rumah dinas yg ada di dlm sklh...krn kumpul sm teman" bikin ga bisa segera tidur..tengah mlm qta sempat dgr suara orang nyanyi sm baris berbaris di lapangan bawah..mistisnya menurut sy bkn krn kejadian siswa spg 7 yg meninggal kena longsoran batu..tapi mmg krn daerah lubuy ketika itu penuh dgn misteri..

    BalasHapus
  4. Maaf sebelumnya, saya putri dari Ahmad Sudiro yang saat itu menjadi pradana pramuka SPG 7 dan yg merupakan saksi hidup kejadian tersebut. Apa yg diceritakan di atas tidak tepat dan apa yg telah dikatakan oleh Bapak Saripudin itu adalah cerita yang lebih tepat dengan kenyataannya. Dan almh Fadiah dan Sulastri adalah teman dekat Mama saya (Longgom Diana) yang juga bersekolah di SPG 7 saat itu ditahun 1988. Semoga kejadian tersebut tidak dijadikan isu yang tidak benar sehingga membangun asumsi publik yang menjadi negatif. Lebih baik kita semua berdoa agar semua korban tenang dan ditempatkan ditempat yang terbaik oleh Allah SWT aamiin

    BalasHapus